Minggu, 14 Februari 2016

Puisi "ujung jalan"

Ujung Jalan



Kau tahu cara berjalan ku lambat
Kau masih saja memaksaku untuk berlari bersamamu
Bukannya aku tak bisa mengimbangimu
Bahkan tenaga ku cukup kuat untuk mengalahkanmu dalam berlari
Setiap melihat mu, rasanya aku ingin mempercepat jalan ku ini
Tapi, lihatlah disana..!!!ujung jalan ku sudah terlihat bukan?
Kenyataan ini benar-benar menakutkan
Benar, jalan hidupku tak sepanjang jalan hidup mu
Aku hanya bisa memperlambat jalan ku agar tetap bisa bersama mu
Jika kau ingin lari, larilah
Aku akan tetap berjalan lambat seperti ini
Meskipun itu berarti kita tidak lagi berjalan bersama.
Setidaknya aku bisa mengulur waktu,
Aku bahagia,
 cukup melihat punggungmu yang memudar di batas akhir ujung jalan ku
sedangkan kau berlari mencari ujung jalan mu sendiri


Sabtu, 13 Februari 2016

Cerpen remaja

AWAN BIRU

            Bulan ini aku kira musim panas akan segera datang, bahkan setengah bulan telah berlalu namun rintikan hujan tetap membasahi bumi, apa daya jika musim hujan enggan berganti dengan musim panas. Saat membuka mata dan terbangun dari tidur aku selalu berharap hari ini akan berbeda dari hari kemarin meskipun harapan itu nampak biasa, tapi takdir hanya memberiku kehidupan yang sama saja.
            “non, den Rio sudah menunggu anda diluar” ucap bibi mendekatiku
            “bilang padanya aku pergi” kataku dengan mengedipkan mata ke bibi
            “apa kau sudah bosan padaku?, jelas-jelas kau disini” terdengar suara Rio menyambung pembicaraan
            “kak, aku pikir hari ini aku akan menyelesaikannya sendiri, jadi biarkan aku melakukannya” pintaku memelas
            “baiklah jika itu mau mu, aku harap kau berhasil, tapi jika kau perlu bantuan jangan segan-segan menghubungi ku” ucap Rio dengan pasti
            Orang-orang selalu memanggil ku Ana. Sebagai pekerja disalah satu galeri seni di Jakarta, tugas ku untuk mencari dan memastikan barang seni yang dikehendaki pimpinan galeri agar siap dipamerkan, bukan perkara mudah untuk mendapatkan barang tersebut karena dibutuhkan keterampilan khusus untuk mendapatkannya, biasanya satu barang diperebutkan oleh banyak galeri seni, apalagi jika barang tersebut memiliki nilai seni dimata dunia, oleh sebab itu Rio selalu membantuku mendapatkan barang seni yang harus ku dapatkan, dia bukan hanya senior ku digalery art tapi dia juga temain terbaik, yang akan selalu sependapat dengan apapun yang akan kutempuh
.......
            “maaf, apa Pak Burhan ada didalam?” tanyaku pada penjaga disebuah rumah berarsitektur kuno.
            “oh iya, Pak Burhan  ada didalam, maaf apa non ini sudah buat janji?, soalnya Pak Burhan tidak ingin diganggu saat membuat tembikar” selidik penjaga itu dengan sopan.
            “bapak tidak perlu khawatir, saya sudah membuat janji pada Pak Burhan,” jelasku meyakinkan.
            Penjaga rumah itupun mengantar ku kesebuah ruangan dipojok rumah, sebelum masuk ruangan aku pikir tempat dibalik pintu didepanku hanya berukuran 55 m, namun setelah masuk kedalam tembikar-tembikar antik berjajar rapi diruangan tersebut.
            “Apa kabar pak Burhan?, perkenalkan namaku Ana,” sapa ku dengan ramah
            “oh.., kau sudah datang, pasti lelah harus melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bali, duduklah dimeja itu, nanti Parman akan membawakan mu teh, setelah dahaga mu hilang segera pergilah dari tempat ini” terang pak Burhan dengan nada datar
            “maaf pak, bukankah bapak tahu kedatangan ku kesini untuk mengambil tembikar yang sudah saya pesan, lagi pula uangnya sudah saya transfer ke rekening bapak bukan?” ucap ku agak bingung
            “aku pikir untuk mengirim mu email pembatalan pesanan, tapi kau pasti sudah dipesawat, jadi lebih baik kau lupakan tembikar itu dan nikmatilahliburan mu di pulau bali yang indah” jelas pak Burhan dengan ketus
            “anda tidak boleh membatalkan pesanan sepihak seperti ini, seminggu lagi tembikarnya harus siap dipamerkan, aku mohon pak jangan batalkan pesanan ini” pintaku memelas
            “kau tidak usah khawatir, aku sudah mentransfer uang ganti rugi, kau bisa mencari tembikar itu ditempat lain” ucap pak burhan sambil mengepal tanah liat “keluarlah sebelum aku mengusir mu” lanjutnya dengan memicingkan mata.   
            Dengan berat hati aku keluar dari ruangan itu, badan ku terasa lunglai tatkala aku harus pulang ke Jakarta tanpa membawa tembikar yang begitu diinginkan bu Nara(pimpinan galery art), aku tidak mampu membayangkan caci makian apa yang akan dilontarkan oleh wanita paruh baya itu, saat keinginannya dipenuhi ia hanya mengernyitkan dahinya, tapi begitu harapannya mengabur sumpah serapah tujuh turunan ia ucapkan dengan fasihnya, sebenarnya sudah sangat lama aku ingin keluar dari galery art milik bu Nara, bermaksud untuk mendirikan galery art sendiri namun tabungan ku belum cukup untuk mendanai semuanya, sebenarnya ayah ku selalu membujukku untuk membuat galeri art sendiri, tapi sampai kapan aku harus menjadi beban keluargaku, “aisshhh enyahlah pikiran itu dari otakku” ucapku dengan menggelengkan kepala, .rasa dahaga yang mengerong tenggorokanku seketika meminta untuk dibasahi, akupun mampir disebuah warung pinggir jalan tak  juh dari rumah pak Burhan
            “maaf miss mau pesan apa?”tanya pedagang itu ramah
            “bapak ini bisa saja, apa raut wajah lokal ku mengganggumu?” sindirku dengan tersenyum
ah .. maaf, biasanya orang lokal suka sekali jika dipanggil miss, agar setara dengan bule-bule katanya”terang pedagang itu dengan guyonan
achh.. benarkah?, oh iya aku pesan es kelapa muda dengan tambahan gula jawa” ucapku sambil menunjuk jejeran stoples berisi macam-macam sirup
aku pikir kau akan memesan air kelapa plus yoghurt, hahahhahha” ucap pedagang itu dengan tertawa keras dibelakangnya, tanpa instruksi akupun tertawa keras senada dengan tawaan pedagang itu, sambil membacok kelapa pedagang itu pun menginterogasiku dengan guyonan guyonan segar
dari cara bicaranya, miss ini bukan orang Bali ya?” tanya pedagang itu sambil mengusap peluh didahinya
oh iya pak, saya dari Jakarta” ucap ku singkat
tempat ini tidak terkenal dan semenarik di kuta, tapi hanya orang-orang beruntung yang mengunjunginya,” terang pedagang itu dengan yakin
aku pikir juga demikian, dibanding tempat lain tempat ini terlihat lebih asri dan sakral” tambahku basa basi
            “aku lihat miss ini sedang penuh dengan amarah, oh iyaa.. dibelakang warung ini ada pancuran kecil,mungkin dengan membasuh wajah, perasaan miss ini bisa lebih baik” terang pedagang itu memberitahuku
            “acchhh tidak usah pak, lagi pula amarah ini tidak bisa hilang hanya dengan membasuh muka” ucap ku lirih
            “ini es kelapa mudanya sudah siap” ucap pedagang itu dengan menyodorkan sebuah kelapa yang sudah berlubang bagian atasnya
            “ohh terimakasih pak, tapi ngomong-ngomong apa bapak kenal dengan orang yang tinggal dirumah seberang jalan itu?” tanyaku sambil mengacungkan tangan kerumah pak Burhan
            “tentu saja, sewaktu kecil saya sering main kerumah besar itu, meskipun pemiliknya orang kaya namun mereka senang jika ada orang mengunjunginya” jelas pedagang itu
            “benarkah??” ucap ku dengan nada tak percaya
tapi....” ucap pedagang itu menggantung kalimat yang ingin diucapkan
tapi apa pak?” sambungku penasaran
tapi sekarang tidak lagi” sambung pedagang itu lagi
            “kenapa tidak lagi?, apa ada yang salah?” tanyaku semakin penasaran
            “sebenarnya pemilik rumah itu bukan asli orang Bali, dari namanya saja sudah tahu, namun mereka tetap menghormati tetangga-tetangganya, entah kenapa sejak pemilik pertama meninggal dan diwariskan ke anaknya yang bernama Burhan, keluarga itu menjadi lebih tertutup, dengar-dengar sih karena Burhan terlilit banyak hutang, sedangkan tembikar buatannya tak sebagus buatan ayahnya, alhasil ia hanya bisa menjual tembikar-tembikar buatan ayahnya untuk menutupi hutangnya, rumahnya selalu tertup, jika ada tamu itupun orang-orang barat dan orang-orang bermata sipit, aku kira mereka bertamu untuk membeli tembikar-tembikar buatan ayahnya ” terang pedagang itu
            “benarkah??” ucapku menyambung pembicaraan, “terimakasih atas infonya, ini pak uang esnya, kembaliannya utuk bapak saja” ucapku mengakhiri pembicaran
            “oohh, terimakasih banyak” ucap pedagang itu riang sambil mengambil uang seratus ribuan dari tangan ku
........
aku menggajimu bukan untuk mendengar berita ini, dasar kau tak becus kerja,aku pikir kau berbeda dari pecundang-pecundang lain, tapi ternyata kau sama saja, bagaimana aku bisa memiliki anak buah yang tak lebih baik dari seekor anjing”teriak bu Nara penuh amarah, aku yang sedari tadi hanya menundukkan kepala, tak kuat rasanya mendengar ucapan kalimat terakhirnya, dengan sigap aku pun mengangkat kepalaku dan memasang badan tegap
aku bekerja tidak untuk dihina seperti ini, jika aku salah kau berhak memarahiku, tapi kata-kata mu barusan tidak pantas diucapkan oleh manusia, bahkan jika aku seorang budak aku pasti tak akan rela dihina seperti ini ” ucapku membela diriku sendiri, akupun segera pergi dari tempat itu
jika kau tak mau dihina keluarlah dari pekerjaan mu ini, aku juga tak sudi bekerja dengan orang sombong seperti mu ” teriak bu Nara sekencang mungkin agar aku bisa mendengarnya ucapannya
.......
Sesampai dirumah aku hanya tertegun dan melamunkan kejadian saat aku meninggalkan galery art milik bu Nara, jika begini haruskah aku menjadi pengangguran lagi, bahkan di Jakarta yang biasa disebut sebagai kota metropolitan akan sangat sulit mencari pekerjaan, apalagi lulusan sarjana seni seperti ku, malang tak bisa dibuang untung tak bisa dijemput, hanya dapat menunggu nasib baik mendatangiku
tidak biasanya kau berlama-lamaan memandangi tv yang penuh dengan iklan, apa kau ada masalah?” tanya ibuku memecah lamunanku
tidak” jawabku singkat, akupun langsung menuju kekamar berharap ibu tak lagi mengganggu diriku yang sedang dilanda kecemasan
kau bukan anak kecil lagi kan?, sekarang katakan pada ibu, masalah apa yang sedang kau sembunyikan” ucapku ibuku lirih untuh meyakinkanku
“sebenarnya aku dipecat dari galery art, tidak aku yang justru ingin pergi dari neraka itu” ucapku setengah ragu
“benarkah?, akhirnya kau sadar juga, akan ada saatnya bekerja itu sungguh melelahkan, tapi bagaimana bisa manusia hidup tanpa bekerja, terkadang mereka yang berada diposisi tinggi akan merasa dirinya bisa memutar dunia, namun disisi lain dia juga akan merasa ketakutan jika apa yang ada pada dirinya dicabut atas kepemilikannya, oleh sebab itu tindakan yang dirasa wajar unuk dirinya tak lagi dianggap sama oleh orang kebanyakan, jadi ibu harap kau bisa memahami itu Ana ” jelas ibuku, aku hanya terpana mendengar kata-kata ibu yang mampu menghilangkan kegelisahan hati ku
apa ibu pernah mengalaminya?” tanyaku ingin tahu
tentu, semua orang pernah mengalaminya, bahkan kau juga pernah mengalaminya, hanya saja tindakan setiap orang berbeda-beda, jika kau mampu mengatasinya maka keegoisan yang kau tampakkan akan dianggap lumrah oleh kebnyakan orang, tapi jika keegoisan yang kau tampakkan melebihi dari kekuatan amarah yang bisa kau tanggung maka itu hanya akan menjadi kelemahan yang bahkan takdir pun tak akan mampu mengubahnya” jelas ibu ku lagi.
........
Pagi telah menjelang, namun apa yang bisa dilakukan pengangguran seperti ku, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku
tok tok tok,,, Ana bangunlah sekarang, Rio sudah menunggumu diluar” pinta ibuku
ya bu” jawabku singkat, akupun bangkit dari ranjang dan mengambil ikatan rambut dibawah bantal, dengan wajah kusut akupun menemui Rio diluar, dengan menahan rasa kantuk yang masih menguasai ragaku
kenapa pagi-pagi sekali kau kemari” tanyaku pada Rio
bagaimana bisa kau meninggalkan galery art tanpa memberi tahuku, bukankah sebelumnya kau sudah tahu tabi’at keras bu Nara, kau sama kerasnya dengan dia” ucap Rio tanpa canggung
ya, kau benar aku memang keras, tapi aku tidak bisa berdiam diri saat orang merendahkan harga diriku” ucapku membela
sekarang apa yang akan kau lakukan” tanya Rio penasaran, aku hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya
apa kau pikir aku sedang melucu,” hardik Rio padaku
untuk saat ini aku hanya bisa menjadi pengangguran, aku rasa mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginankku sangat sulit, jadi aku pikir untuk membuat pekerjaan untuk diriku sendiri”jelas ku dengan yakin
syukurlah jika pikiranmu masih waras,” ledek Rio
aisshhh apa kau kira aku mudah stres hanya karena masalah ini,” ucapku membanggakan diri,
Rio pun pamit pulang, aku merasa layak untuk hidup tatkala ada orang lain yang mengkhawatirkan ku kecuali keluarga ku sendiri, seseorang berhak untuk hidup dengan caranya sendiri, entah hanya cukup merasa senang atas pujian, atau menyelesaikan masalah hidup dengan memberikan masalah dikehidupan orang lain, atau bahkan bertahan hidup dengan keegoisan yang menjadi kelemahan tak berujung, seperti itulah manusia hidup, tanpa ada warna biru bagaimana bisa anak kecil menggambar awan, jikapun hanya ada warna putih tanpa warna hitam maka perajin papan catur harus mencari warna lain untuk menjaga eksistensinya, perbedaan memanglah rumit, tapi kerumitanlah yang membuat dunia ini tetap ada.

,,,,,,,....AWAN BIRU
            Bulan ini aku kira musim panas akan segera datang, bahkan setengah bulan telah berlalu namun rintikan hujan tetap membasahi bumi, apa daya jika musim hujan enggan berganti dengan musim panas. Saat membuka mata dan terbangun dari tidur aku selalu berharap hari ini akan berbeda dari hari kemarin meskipun harapan itu nampak biasa, tapi takdir hanya memberiku kehidupan yang sama saja.
            “non, den Rio sudah menunggu anda diluar” ucap bibi mendekatiku
            “bilang padanya aku pergi” kataku dengan mengedipkan mata ke bibi
            “apa kau sudah bosan padaku?, jelas-jelas kau disini” terdengar suara Rio menyambung pembicaraan
            “kak, aku pikir hari ini aku akan menyelesaikannya sendiri, jadi biarkan aku melakukannya” pintaku memelas
            “baiklah jika itu mau mu, aku harap kau berhasil, tapi jika kau perlu bantuan jangan segan-segan menghubungi ku” ucap Rio dengan pasti
            Orang-orang selalu memanggil ku Ana. Sebagai pekerja disalah satu galeri seni di Jakarta, tugas ku untuk mencari dan memastikan barang seni yang dikehendaki pimpinan galeri agar siap dipamerkan, bukan perkara mudah untuk mendapatkan barang tersebut karena dibutuhkan keterampilan khusus untuk mendapatkannya, biasanya satu barang diperebutkan oleh banyak galeri seni, apalagi jika barang tersebut memiliki nilai seni dimata dunia, oleh sebab itu Rio selalu membantuku mendapatkan barang seni yang harus ku dapatkan, dia bukan hanya senior ku digalery art tapi dia juga temain terbaik, yang akan selalu sependapat dengan apapun yang akan kutempuh
.......
            “maaf, apa Pak Burhan ada didalam?” tanyaku pada penjaga disebuah rumah berarsitektur kuno.
            “oh iya, Pak Burhan  ada didalam, maaf apa non ini sudah buat janji?, soalnya Pak Burhan tidak ingin diganggu saat membuat tembikar” selidik penjaga itu dengan sopan.
            “bapak tidak perlu khawatir, saya sudah membuat janji pada Pak Burhan,” jelasku meyakinkan.
            Penjaga rumah itupun mengantar ku kesebuah ruangan dipojok rumah, sebelum masuk ruangan aku pikir tempat dibalik pintu didepanku hanya berukuran 55 m, namun setelah masuk kedalam tembikar-tembikar antik berjajar rapi diruangan tersebut.
            “Apa kabar pak Burhan?, perkenalkan namaku Ana,” sapa ku dengan ramah
            “oh.., kau sudah datang, pasti lelah harus melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bali, duduklah dimeja itu, nanti Parman akan membawakan mu teh, setelah dahaga mu hilang segera pergilah dari tempat ini” terang pak Burhan dengan nada datar
            “maaf pak, bukankah bapak tahu kedatangan ku kesini untuk mengambil tembikar yang sudah saya pesan, lagi pula uangnya sudah saya transfer ke rekening bapak bukan?” ucap ku agak bingung
            “aku pikir untuk mengirim mu email pembatalan pesanan, tapi kau pasti sudah dipesawat, jadi lebih baik kau lupakan tembikar itu dan nikmatilahliburan mu di pulau bali yang indah” jelas pak Burhan dengan ketus
            “anda tidak boleh membatalkan pesanan sepihak seperti ini, seminggu lagi tembikarnya harus siap dipamerkan, aku mohon pak jangan batalkan pesanan ini” pintaku memelas
            “kau tidak usah khawatir, aku sudah mentransfer uang ganti rugi, kau bisa mencari tembikar itu ditempat lain” ucap pak burhan sambil mengepal tanah liat “keluarlah sebelum aku mengusir mu” lanjutnya dengan memicingkan mata.   
            Dengan berat hati aku keluar dari ruangan itu, badan ku terasa lunglai tatkala aku harus pulang ke Jakarta tanpa membawa tembikar yang begitu diinginkan bu Nara(pimpinan galery art), aku tidak mampu membayangkan caci makian apa yang akan dilontarkan oleh wanita paruh baya itu, saat keinginannya dipenuhi ia hanya mengernyitkan dahinya, tapi begitu harapannya mengabur sumpah serapah tujuh turunan ia ucapkan dengan fasihnya, sebenarnya sudah sangat lama aku ingin keluar dari galery art milik bu Nara, bermaksud untuk mendirikan galery art sendiri namun tabungan ku belum cukup untuk mendanai semuanya, sebenarnya ayah ku selalu membujukku untuk membuat galeri art sendiri, tapi sampai kapan aku harus menjadi beban keluargaku, “aisshhh enyahlah pikiran itu dari otakku” ucapku dengan menggelengkan kepala, .rasa dahaga yang mengerong tenggorokanku seketika meminta untuk dibasahi, akupun mampir disebuah warung pinggir jalan tak  juh dari rumah pak Burhan
            “maaf miss mau pesan apa?”tanya pedagang itu ramah
            “bapak ini bisa saja, apa raut wajah lokal ku mengganggumu?” sindirku dengan tersenyum
ah .. maaf, biasanya orang lokal suka sekali jika dipanggil miss, agar setara dengan bule-bule katanya”terang pedagang itu dengan guyonan
achh.. benarkah?, oh iya aku pesan es kelapa muda dengan tambahan gula jawa” ucapku sambil menunjuk jejeran stoples berisi macam-macam sirup
aku pikir kau akan memesan air kelapa plus yoghurt, hahahhahha” ucap pedagang itu dengan tertawa keras dibelakangnya, tanpa instruksi akupun tertawa keras senada dengan tawaan pedagang itu, sambil membacok kelapa pedagang itu pun menginterogasiku dengan guyonan guyonan segar
dari cara bicaranya, miss ini bukan orang Bali ya?” tanya pedagang itu sambil mengusap peluh didahinya
oh iya pak, saya dari Jakarta” ucap ku singkat
tempat ini tidak terkenal dan semenarik di kuta, tapi hanya orang-orang beruntung yang mengunjunginya,” terang pedagang itu dengan yakin
aku pikir juga demikian, dibanding tempat lain tempat ini terlihat lebih asri dan sakral” tambahku basa basi
            “aku lihat miss ini sedang penuh dengan amarah, oh iyaa.. dibelakang warung ini ada pancuran kecil,mungkin dengan membasuh wajah, perasaan miss ini bisa lebih baik” terang pedagang itu memberitahuku
            “acchhh tidak usah pak, lagi pula amarah ini tidak bisa hilang hanya dengan membasuh muka” ucap ku lirih
            “ini es kelapa mudanya sudah siap” ucap pedagang itu dengan menyodorkan sebuah kelapa yang sudah berlubang bagian atasnya
            “ohh terimakasih pak, tapi ngomong-ngomong apa bapak kenal dengan orang yang tinggal dirumah seberang jalan itu?” tanyaku sambil mengacungkan tangan kerumah pak Burhan
            “tentu saja, sewaktu kecil saya sering main kerumah besar itu, meskipun pemiliknya orang kaya namun mereka senang jika ada orang mengunjunginya” jelas pedagang itu
            “benarkah??” ucap ku dengan nada tak percaya
tapi....” ucap pedagang itu menggantung kalimat yang ingin diucapkan
tapi apa pak?” sambungku penasaran
tapi sekarang tidak lagi” sambung pedagang itu lagi
            “kenapa tidak lagi?, apa ada yang salah?” tanyaku semakin penasaran
            “sebenarnya pemilik rumah itu bukan asli orang Bali, dari namanya saja sudah tahu, namun mereka tetap menghormati tetangga-tetangganya, entah kenapa sejak pemilik pertama meninggal dan diwariskan ke anaknya yang bernama Burhan, keluarga itu menjadi lebih tertutup, dengar-dengar sih karena Burhan terlilit banyak hutang, sedangkan tembikar buatannya tak sebagus buatan ayahnya, alhasil ia hanya bisa menjual tembikar-tembikar buatan ayahnya untuk menutupi hutangnya, rumahnya selalu tertup, jika ada tamu itupun orang-orang barat dan orang-orang bermata sipit, aku kira mereka bertamu untuk membeli tembikar-tembikar buatan ayahnya ” terang pedagang itu
            “benarkah??” ucapku menyambung pembicaraan, “terimakasih atas infonya, ini pak uang esnya, kembaliannya utuk bapak saja” ucapku mengakhiri pembicaran
            “oohh, terimakasih banyak” ucap pedagang itu riang sambil mengambil uang seratus ribuan dari tangan ku
........
aku menggajimu bukan untuk mendengar berita ini, dasar kau tak becus kerja,aku pikir kau berbeda dari pecundang-pecundang lain, tapi ternyata kau sama saja, bagaimana aku bisa memiliki anak buah yang tak lebih baik dari seekor anjing”teriak bu Nara penuh amarah, aku yang sedari tadi hanya menundukkan kepala, tak kuat rasanya mendengar ucapan kalimat terakhirnya, dengan sigap aku pun mengangkat kepalaku dan memasang badan tegap
aku bekerja tidak untuk dihina seperti ini, jika aku salah kau berhak memarahiku, tapi kata-kata mu barusan tidak pantas diucapkan oleh manusia, bahkan jika aku seorang budak aku pasti tak akan rela dihina seperti ini ” ucapku membela diriku sendiri, akupun segera pergi dari tempat itu
jika kau tak mau dihina keluarlah dari pekerjaan mu ini, aku juga tak sudi bekerja dengan orang sombong seperti mu ” teriak bu Nara sekencang mungkin agar aku bisa mendengarnya ucapannya
.......
Sesampai dirumah aku hanya tertegun dan melamunkan kejadian saat aku meninggalkan galery art milik bu Nara, jika begini haruskah aku menjadi pengangguran lagi, bahkan di Jakarta yang biasa disebut sebagai kota metropolitan akan sangat sulit mencari pekerjaan, apalagi lulusan sarjana seni seperti ku, malang tak bisa dibuang untung tak bisa dijemput, hanya dapat menunggu nasib baik mendatangiku
tidak biasanya kau berlama-lamaan memandangi tv yang penuh dengan iklan, apa kau ada masalah?” tanya ibuku memecah lamunanku
tidak” jawabku singkat, akupun langsung menuju kekamar berharap ibu tak lagi mengganggu diriku yang sedang dilanda kecemasan
kau bukan anak kecil lagi kan?, sekarang katakan pada ibu, masalah apa yang sedang kau sembunyikan” ucapku ibuku lirih untuh meyakinkanku
“sebenarnya aku dipecat dari galery art, tidak aku yang justru ingin pergi dari neraka itu” ucapku setengah ragu
“benarkah?, akhirnya kau sadar juga, akan ada saatnya bekerja itu sungguh melelahkan, tapi bagaimana bisa manusia hidup tanpa bekerja, terkadang mereka yang berada diposisi tinggi akan merasa dirinya bisa memutar dunia, namun disisi lain dia juga akan merasa ketakutan jika apa yang ada pada dirinya dicabut atas kepemilikannya, oleh sebab itu tindakan yang dirasa wajar unuk dirinya tak lagi dianggap sama oleh orang kebanyakan, jadi ibu harap kau bisa memahami itu Ana ” jelas ibuku, aku hanya terpana mendengar kata-kata ibu yang mampu menghilangkan kegelisahan hati ku
apa ibu pernah mengalaminya?” tanyaku ingin tahu
tentu, semua orang pernah mengalaminya, bahkan kau juga pernah mengalaminya, hanya saja tindakan setiap orang berbeda-beda, jika kau mampu mengatasinya maka keegoisan yang kau tampakkan akan dianggap lumrah oleh kebnyakan orang, tapi jika keegoisan yang kau tampakkan melebihi dari kekuatan amarah yang bisa kau tanggung maka itu hanya akan menjadi kelemahan yang bahkan takdir pun tak akan mampu mengubahnya” jelas ibu ku lagi.
........
Pagi telah menjelang, namun apa yang bisa dilakukan pengangguran seperti ku, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku
tok tok tok,,, Ana bangunlah sekarang, Rio sudah menunggumu diluar” pinta ibuku
ya bu” jawabku singkat, akupun bangkit dari ranjang dan mengambil ikatan rambut dibawah bantal, dengan wajah kusut akupun menemui Rio diluar, dengan menahan rasa kantuk yang masih menguasai ragaku
kenapa pagi-pagi sekali kau kemari” tanyaku pada Rio
bagaimana bisa kau meninggalkan galery art tanpa memberi tahuku, bukankah sebelumnya kau sudah tahu tabi’at keras bu Nara, kau sama kerasnya dengan dia” ucap Rio tanpa canggung
ya, kau benar aku memang keras, tapi aku tidak bisa berdiam diri saat orang merendahkan harga diriku” ucapku membela
sekarang apa yang akan kau lakukan” tanya Rio penasaran, aku hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya
apa kau pikir aku sedang melucu,” hardik Rio padaku
untuk saat ini aku hanya bisa menjadi pengangguran, aku rasa mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginankku sangat sulit, jadi aku pikir untuk membuat pekerjaan untuk diriku sendiri”jelas ku dengan yakin
syukurlah jika pikiranmu masih waras,” ledek Rio
aisshhh apa kau kira aku mudah stres hanya karena masalah ini,” ucapku membanggakan diri,
Rio pun pamit pulang, aku merasa layak untuk hidup tatkala ada orang lain yang mengkhawatirkan ku kecuali keluarga ku sendiri, seseorang berhak untuk hidup dengan caranya sendiri, entah hanya cukup merasa senang atas pujian, atau menyelesaikan masalah hidup dengan memberikan masalah dikehidupan orang lain, atau bahkan bertahan hidup dengan keegoisan yang menjadi kelemahan tak berujung, seperti itulah manusia hidup, tanpa ada warna biru bagaimana bisa anak kecil menggambar awan, jikapun hanya ada warna putih tanpa warna hitam maka perajin papan catur harus mencari warna lain untuk menjaga eksistensinya, perbedaan memanglah rumit, tapi kerumitanlah yang membuat dunia ini tetap ada.
,,,,,,,....